Engkau adalah bait kerinduan yang tak sempat kuucapkan.
Nanar tatapku..
Bimbang hatiku..
"Aku pamit"
Namun enggan tuk ku utarakan kata itu padamu. Senyum bekumu seakan mengisyaratkanku, bahwa engkau masih mengharapkanku untuk tetap disini.
Tapi aku ingin menjauh..
Memberi jarak, spasi di antara kita.
Agar tak terlena aku dengan segala sikap dan rasa yang ku punya.
Aku ingin menjauh..
Seolah telak rasa yang ku punya tak dapat mengimbangi kehadiranmu.
Sementara jutaan manusia mampu menjadi penghiburmu.
Aku melepas bayangmu dari ingatan panjangku. Bersama jiwa laksana tak sempurna bila engkau tak bersamanya.
Namun, aku percaya..
Apabila takdir sudah berkehendak, maka tidak ada apapun yang dapat memisahkan.
Melalui pena ini, ku kembalikan hati yang pernah ku jaga.
Ku kembalikan nama yang bertahun membuatku tersenyum dan menangis.
Ku kembalikan kisah pada keindah skenarioNya.
Aku ingin berbahagia di taman bungaku.
Dan kamu, berbahagialah di hamparam luasmu.
Bawa cahayamu jika benar kau ingin jadikanku bulan di malammu.
Lakukan saja..
Toh takdir Tuhan tidak akan pernah tertukar.
Aku pamit..
Sabtu, 19 November 2016
Sabtu, 05 November 2016
Teka Teki Rasa
Dalam beri aksara yang kamu reka
Aku menerka-nerka..
Apakah kamu yang tak peka atau aku yang salah sangka?
Dalam buaian rindu yang aku rasa
Aku menganalisa..
Belum jugakah kamu menyimpan rasa atau semua hanya diagnosa?
Aku seperti mendengar rindumu tapi aku takut salah mengartikannya
Aku kah yang terlalu perasa?
Semua aksaramu bagai pertanda tapi aku takut salah membacanya
Benarkah kau menyimpan rasa?
Semua masih diagnosa
Karena semua masih dalam tanya
Dan kepastian belum ada
Jadi biarlah ku menunggu
Mengharap ikhlas dalam doa
Aku seperti mendengar rindumu tapi aku takut salah mengartikannya
Aku kah yang terlalu perasa?
Semua aksramu bagai pertanda tapi aku takut slh membacanya. Benarkah kau menyimpan rasa?
Semua masih diagnosa
Ini teka teki rasa
Aku menerka-nerka..
Apakah kamu yang tak peka atau aku yang salah sangka?
Dalam buaian rindu yang aku rasa
Aku menganalisa..
Belum jugakah kamu menyimpan rasa atau semua hanya diagnosa?
Aku seperti mendengar rindumu tapi aku takut salah mengartikannya
Aku kah yang terlalu perasa?
Semua aksaramu bagai pertanda tapi aku takut salah membacanya
Benarkah kau menyimpan rasa?
Semua masih diagnosa
Karena semua masih dalam tanya
Dan kepastian belum ada
Jadi biarlah ku menunggu
Mengharap ikhlas dalam doa
Aku seperti mendengar rindumu tapi aku takut salah mengartikannya
Aku kah yang terlalu perasa?
Semua aksramu bagai pertanda tapi aku takut slh membacanya. Benarkah kau menyimpan rasa?
Semua masih diagnosa
Ini teka teki rasa
Selasa, 01 November 2016
Ketika
Allah menumpahkan rasa kasih sayangNya di muka bumi
Ketika
Allah memperkenankan keajaiban yang datang memenuhi harapan
Masihkah
kita mempertanyakan akan kebesaranNya dan janjiNya?
Adil..
Allah
Maha Adil
Semua
yang tercipta adalah adil
Hidup
ini selalu adil
Walau
kadang belum tentu kita dapat melihat bukti dari keadilan itu
Karena
kita terlalu bebal
Terlalu
bodoh untuk mengerti dimana arti keadilan itu
Kami
lahir lemah, tanpa daya
Ya
Allah..
Kami
lahir tidak melihat, Kau berikan mata
Kami
lahir tuli, Kau berikan terlinga
Kami
lahir bisu, Kau berikan mulut
Kami
lahir tak bergerak, Kau berikan kaki
Bahkan
meski kami lahir tanpa itu semua
Kau
sungguh tetap membuat kami bisa melihat, bisa mendengar, bisa bicara dan bisa
bergerak
Sekali
lagi..
Kami
yang sehat, normal, sempurna fisiknya malah berpaling menyedihkan di dunia
Karena
keterbatasan akal pikiran kami, bukan berhubungan dengan tingkat kecerdasan
Tapi
kami manusia bebal. Bodoh
Seorang
gadis yang buta, tuli, bisu yang seolah terputus dari dunia dan seisinya
Dia
bisa menilai, memuji penciptaNya
Dia
bisa melakukan banyak hal yang lebih daripada orang yang justru bisa melihat,
yang bisa mendengar dan lakukan
Dia
melakukannya tanpa rasa takut
Keberanian
Keteguhan
Kerendahan
hati
Optimisme
Dan
semangat hidup yang luar biasa yang pernah ada
Dia
mau maju
Dia
mau berubah
Kita?
Yang
utuh memiliki seluruh panca indra
Sudahkah
kita peduli dan bersyukur?
Kenalkah
kami padaMu ya Allah?
Dan
bisakah kami melakukan lebih daripada yang gadis itu lakukan?
Urusan
dunia harusnya membuat kita malu dan berfikir
Solo,
1 November 2016
pengharapan
Manusia
sosok yang selalu meminta
Manusia
sosok yang selalu memohon
Manusia
sosok yang selalu bertanya
Ya
Allah..
Apakah
harapan itu ada?
Jika
iya, terlalu muluk kah kami mengharapkannya?
Ya
Allah..
Apakah
keajaiban itu ada?
Jika
iya, akankah Engkau berbaik hati memberikannya?
Ya
Allah..
Apakah
hidup itu adil?
Jika
iya, dimanakah letak keadilan-Mu itu?
Tlah
lama kami berharap
Suatu
saat, keajaiban dan keadilan itu datang
Suatu
saat janj-Mu pasti akan tiba
Kau
sendiri yang menggurat kalimat indah itu dalam kita suci
Dibalik
kesulitan pasti ada kemudahan
Tapi
bagaimana jika harapan itu semakin hari semakin bagai kabut yang digantang
matahari meninggi?
Menguap..
Bagai
sisa-sisa air dalam ember bocor
Menghilang..
Jelas
sekali ditunggu
Mesik
hanya untuk menyisakan asa
Hingga
kita membenci harapan-harapan itu
Karena
sisa-sisa seluruh pengharapan sepertinya akan berakhir sia-sia
Solo,
1 November 2016
Sabtu, 19 Maret 2016
Doa Seorang Sahabat
Sebuah kapal karam di tengah laut karena
terjangan badai dan ombak hebat. Hanya dua orang lelaki yang bisa menyelamatkan
diri dan berenang ke sebuah pulau kecil yang gersang. Dua orang yang selamat
itu tak tahu apa yang harus dilakukan. Namun, mereka berdua yakin bahwa tidak
ada yang dapat dilakukan kecuali berdoa.
Untuk mengetahui doa siapakah yang paling
dikabulkan, mereka sepakat untuk membagi pulau kecil itu menjadi dua wilayah.
Dan mereka tinggal sendiri-sendiri berseberangan di sisi-sisi pulau tersebut.
Doa pertama mereka panjatkan, mereka
memohon agar diturunkan makanan. Esok harinya, lelaki ke satu melihat sebuah
pohon penuh dengan buah-buahan tumbuh di sisi tempat tinggalnya. Sedangkan di
daerah tempat tinggal lelaki yang lainnya tetap kosong.
Seminggu kemudian, lelaki yang ke satu
merasa kesepian dan memutuskan untuk berdoa agar diberikan seorang istri.
Keesokan harinya, ada kapal yang karam dan satu-satunya penumpang yang selamat
adalah seorang wanita yang berenang dan terdampar di sisi tempat lelaki ke satu
itu tinggal. Sedangkan di sisi tempat tinggal lelaki ke dua tetap saja tidak
ada apa-apanya.
Segera saja, lelaki ke satu ini berdoa
memohon rumah, pakaian dan makanan. Keesokan harinya, seperti keajaiban saja,
semua yang diminta hadir untuknya. Sedangkan lelaki yang kedua tetap saja tidak
mendapatkan apa-apa. Akhirnya, lelaki ke satu ini berdoa meminta kapal agar ia
dan istrinya dapat meninggalkan pulau itu. Pagi harinya mereka menemukan sebuah
kapal tertambat di sisi pantainya. Segera saja lelaki ke satu dan istrinya naik
ke atas kapal dan siap-siap untuk berlayar meninggalkan pulau itu. Ia pun
memutuskan untuk meninggalkan lelaki ke dua yang tinggal di sisi lain pulau.
Menurutnya, memang lelaki kedua itu tidak pantas menerima berkah tersebut
karena doa-doanya tak pernah terkabulkan.
Begitu kapal siap berangkat, lelaki ke satu
ini mendengar suara dari langit menggema, "Hai, mengapa engkau
meninggalkan rekanmu yang ada di sisi lain pulau ini?"
"Berkahku hanyalah milikku sendiri,
karena hanya doakulah yang dikabulkan," jawab lelaki ke satu ini.
"Doa lelaki temanku itu tak satupun
dikabulkan. Maka, ia tak pantas mendapatkan apa-apa."
"Kau salah!" suara itu membentak
membahana.
"Tahukah kau bahwa rekanmu itu hanya
memiliki satu doa. Dan, semua doanya terkabulkan. Bila tidak, maka kau takkan
mendapatkan apa-apa."
***
Sahabatku, apakah engkau merasa
kesuksesanmu sekarang berkat dari doamu pribadi? Sehingga tanpa sadar kita
sudah ujub, merasa bangga diri, menganggap diri ini sudah soleh. Engkau mungkin
lupa, atau bahkan tidak tahu, selama ini ibumu, ayahmu, saudaramu, keluargamu,
anak, suami/istri dan sahabatmu tidak berhenti untuk mendoakan dirimu. Lalu
pernahkah engkau mendoakan mereka? Apakah yang kau ingat adalah dirimu sendiri?
Ya Allah maafkan hamba-Mu yang egois ini,
yang sering lupa untuk mendoakan saudara-saudara kami, terutama saudara-saudara
kami yang sedang tertimpa kesulitan...
Meja Kayu untuk Ibu dan Ayah

Keluarga itu biasa makan bersama di ruang
makan. Namun, sang orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya.
Tangannya yang bergetar dan matanya yang rabun, membuatnya susah untuk
menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah.
Saat si kakek meraih gelas, segera saja
susu itu tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka
merasa direpotkan dengan semua ini. ”Kita harus lakukan sesuatu,” ujar sang
suami. ”Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk Pak Tua ini.”
Lalu, suami-istri ini pun membuatkan sebuah
meja kecil di sudut ruangan. Di sana, sang kakek akan duduk untuk makan
sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring dan
gelas, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.
Sering saat keluarga itu sibuk dengan makan
malam mereka, terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada air mata yang tampak
mengalir dari gurat keriput si kakek. Meski tak ada gugatan darinya. Tiap kali
nasi yang dia suap, selalu ditetesi air mata yang jatuh dari sisi pipinya.
Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar ia tak
menjatuhkan makanan lagi.
Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi
semua kejadian itu setiap hari dalam diam. Suatu malam, sebelum tidur, sang
ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut
ditanyalah anak itu. ”Kamu sedang membuat apa?” Anaknya menjawab, ”Aku sedang
membuat meja kayu buat ayah dan ibu, untuk makan saat Aku sudah besar nanti.
Nanti, akan kuletakkan di sudut itu, dekat kakek biasa makan.” Anak itu
tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.
Jawaban itu membuat kedua orangtuanya
begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, airmata
pun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang
terucap, kedua orangtua ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki.
Setelah Mereka makan bersama di meja makan seperti semula. Tak ada lagi omelan
yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang
ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama. Dan anak itu, tak
lagi meraut untuk membuat meja kayu.
Renungan
Anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata
mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran
mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan. Mereka adalah peniru.
Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula
yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak.
Sahabat….sesering apakah kita menangis
mendoakan anak-anak kita agar tak terjerumus di lembah maksiat yang kini telah
menembus seluruh lorong ruang dan waktu ?
Sesering apakah kita meratap memohon agar
anak-anak kita memiliki benteng keimanan yang mampu menahan serangan pergaulan
bebas dan narkoba yang telah merajalela ?
Sesering apakah kita menumpahkan air mata
ini untuk anak-anak kita agar kelak mereka senantiasa memohonkan ampunan untuk
kita ketika kita telah terlelap di alam penantian nanti ?
Seering apakah kita mengantar tidur
malamnya dengan cerita-cerita indah penuh keteladanan ? dan keteladanan yang
mana pula yang sering kita peragakan dihadapan mereka ?
Tiga hal yang akan abadi bersama kita
sampai ajal kita datang nanti :
1. Amal Jariah ( Wakaf dan Sedekah )
2. Anak Yang Sholeh yang selama hidupnya
selalu mendoakan kita
3. Ilmu Yang Bermanfaat yang memberi dampak
kebaikan kepada banyak orang
Menangislah, karena tumpahnya air mata kita karena takut
kepada Allah kelak akan menjadi PEMADAM API NERAKA.
Langganan:
Postingan (Atom)