Jumat, 29 Juni 2018

Apresiasi


Kita tengah hidup di tengah-tengah lautan manusia setipe, bila ada yang anomali. Berarti dia tinggal di daratan. Tipe manusia dari mulai yang masyarakat kecil hingga berdasi dan bermobil mewah memiliki satu kesamaan mental.
Mental gratisan.
Itulah mengapa kita sulit berkembang, berinovasi, dan minim apresiasi. Ceritanya bisa seperti ini.
Saat aku diminta mengerjakan sebuah proyek karya, dengan alasan pertemanan, kadang apresiasi yang diberikan menjadi tidak profesional. Untuk sebuah proyek yang lain, dengan alasan kenal. Minta digratiskan.
Ah lupa kalian, untuk menghasilkan karya seperti itu aku perlu belajar 4 tahun lebih dan aku perlu mengisi perut keluargaku.
Tentu saja aku bukan materialistis, karena aku tahu kapan harus membantu teman dan kapan harus bekerja profesional. Itu yang harus dipahami untuk sesama.
Ketika aku menerbitkan buku, orang yang dulu entah dimana tiba-tiba mengucapkan selamat dan mengatakan ;“wah, mau dong bukunya gratis tapi ya”. Aku tahu kepada siapa aku harus memberikannya sebagai bentuk penghargaanku kepada orang tersebut dan kepada siapa aku menjualnya secara profesional. Seandainya semua minta di gratiskan, bisa-bisa 2948 teman fiktif-ku di facebook minta digratis  semua hanya karena alasan : kita kan sudah friend (difacebook).
Seandainya dia tahu betapa aku tidak bisa tidur memikirkan kata dan menghimpun seluruh ilmu pengetahuan yang aku miliki untuk itu. Seandainya dia tahu berapa banyak waktu aku habiskan untuk menyusunnya, dan seandainya dia tahu berapa biaya produksinya.
Atau ketika dalam sebuah organisasi, aku telah mengerjakan apapun yang menjadi jobdesk dan orang lain pergi entah kemana tinggal terima jadi. Apa yang mereka lakukan, katanya wah ini adalah kerja tim. Tim yang mana?
Atau dalam sebuah kerja kelompok, ketika seluruh anggota kelompokmu hilang entah kemana dan tinggal kamu berdua dengan teman terbaikmu mengerjakan seluruhnya, aku yakin anggota kelompok yang lain akan marah besar jika namanya tidak dicantumkan dalam sampul muka pekerjaan kelompok itu. Aku pernah melakukannya dan aku tidak peduli. “Kekejamanku"  berdampak pada tidak diterimanya aku sebagai temannya dan aku tidak memedulikannya.
Mental gratisan pun hinggap pada orang berdasi, mau mobil mewah dan laptop mahal dari uang negara. Meminta fasilitas ini dan itu dengan alasan untuk kelancaran kinerja. Hingga mental gratisan ditingkat terendah ketika banyak pemuda produktif lebih memilih menjadi peminta-minta daripada bekerja, toh meminta-minta hasilnya jauh lebih banyak daripada kerja kantoran.
Entahlah, negeri ini minim apresiasi. Apresiasi baik berupa materi ataupun penghargaan lain. Jadi, jangan terheran-heran jika banyak buku bajakan. Kaset bajakan. Bahkan skripsi bajakan yang kalian bisa beli di loakan.
Aku dan juga kamu harus belajar mengapresiasi, apresiasi membuat orang semakin percaya diri untuk terus berkarya dan menunjukkan dirinya. Itu membuatnya hidup. Hidupkanlah orang lain dengan apresiasimu 🙂
-kurniawan gunadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar